Sunday, May 06, 2007

Pesan dari Show Room mobil

Auto Mall, minggu lalu.

Di balik kaca Bentley, sepotong karton bertuliskan “ sold “ kulihat menggigil sepi diatas dash board. Hanya sejenak kulirik dia. Perhatianku harus kubagi untuk mendengarkan penjelasan tentang spesifikasi mobil yang diminati boss-ku. Kami bertiga berjalan beriringan. Sebentar jalan, sejenak berhenti untuk melongok dan menggeledah mobil.

“ Maaf, stock Harrier kami sudah habis pak, “

“ Kalau Alphard ? “ tanya boss-ku

“ 520 pak, Cuma masih basic dan inden. “

“ Bukannya 510? “

“ Sudah naik pak, karena bea masuk naik “

“ Itu harga on the road khan? Berapa lama siapnya ? “

“ Kalau Form A nya sudah ada, satu bulan siap Pak. Semua harga yang kami tawarkan disini sudah on the road Pak“

“ Wah.Lama ya? Kalau di jual lagi, harganya jatuh nggak? “

“ Bapak jual lagi ke saya aja. Banyak kok yang nyari Alphard “

tegas marketernya mencoba membuat orgasme customer. Boss ku manggut-manggut. Mata keranjangku melirik Humvee yang berdiri angkuh.

Setelah meninggalkan kartu nama dan minta dikirimi quotation mobil yang lain,Honda Elysion dan Land Cruiser Prado, kami – aku dan bossku – pindah ke show room di depannya.

“ CRV yang 2.0 siap dalam 3 bulan Pak, kalau yang 2.4 empat bulan“

“ Ha? 3 bulan? “ kami sedikit tercengang.

“ Mobil kok laris banget seperti kacang goreng ya yat? “ komentar bossku pendek. Aku hanya tersenyum zonder komentar. Terdiam. Teringat tukang ojek yang mengeluh shock breaker motornya rusak. Jakarta memang menyimpan segudang ironi.

***

“ Dunia ini memang tidak adil “ begitu sering kata-kata itu terhambur dari mulut untuk memberikan penjelasan. Mungkin benar, tapi pertanyaan yang paling penting adalah sudahkah kita melakukan sesuatu untuk menjadikan dunia ini lebih adil? Adakah kontribusi kita untuk memelihara fairness, keadilan, dan sportivitas melenggang bebas dimuka bumi? Mencegah manusia satu menindas manusia yang lain? Menggaji pembantu, sopir, office boy, satpam, pegawai toko, dan buruh-buruh pabrik sesuai kemampuan kita (dengan jujur)? Menghormati hak-hak mereka?

Belum? Ah. Kita bisa saja berkilah bahwa teori-teori bisnis memang mengharuskan seperti itu. Atau bisa juga kita bungkus dengan – kata indah – efisiensi. Atau sederet alasan-alasan lain yang bisa mengusir rasa bersalah. Tapi, faktanya, kalau melakukan hal itu, sama saja artinya kita minum darah, keringat dan airmata mereka.

Upah minimum ditetapkan dan dengan licik, di jadikan pembenaran bagi pengusaha untuk mengaji upah maksimal buruh. Padahal perusahaan mampu memberikan lebih. Padahal ada kesempatan untuk mengasingkan sifat tamak & rakus kita.

Undang-undang, Hukum, Peraturan, Administrasi seharusnya ditafsirkan dan dijalankan dengan semangat untuk kehidupan manusia yang lebih baik. Bukan sebagai legitimasi dan obat penghilang rasa bersalah bagi penjahat-penjahat cerdas yang suka membodohi dan menginjak-injak manusia lain yang tidak punya bargaining position dan tak berdaya.

***

Mataku menyibak kerumunan orang-orang yang menunggu lift, menatap text berjalan berbahasa inggris di LCD monitor yang kurang lebih artinya, kalau kamu lahir dari keluarga miskin maka itu bukan suatu masalah, tapi kalau kamu mati miskin, kalau kamu mati miskin maka itu salahmu.

Make poverty history!

Hayat

Penikmat seni dan sayur asem

Thursday, May 03, 2007

Belief comes first

“ There can be miracles, when you believe, “ (Mariah Carey)

Keynote speaker mengajak kami – peserta workshop – bernyanyi bersama-sama untuk mengakhiri acara. Aku hanya bisa mengikuti bagian refrain-nya – yang aku kutip diatas – dengan benar, selebihnya terbata-bata membaca teks dan ter-sronthal-sronthal mengikuti lagu. Lain ceritanya kalau lagunya dipilih dari penyanyi atau band yang aku sukai saat itu. Atau lagunya sudah aku hafalkan terlebih dahulu. Pastilah lebih fasih aku menyanyikannya. Tapi yang penting bukan itu karena ini bukan kontes nyanyi macam Indonesian Idol atau AFI. The message is crystal clear. Selalu ada keajaiban kalau kita mempercayainya.

Betul! Disamping memaparkan teori-teori yang masuk akal dan memikat, simulasi dan games-games yang mendukung, Narasumber - yang berasal dari Singapore – masih mengingatkan pentingnya keyakinan sebagai kunci untuk meraih tujuan. Keyakinan & nafsu untuk sukses harus datang terlebih dahulu. “ Keinginan untuk sukses harus lebih besar daripada ketakutan untuk gagal “ katanya kurang lebih seperti itu kalau aku tidak salah ingat. Sepertinya dia mengutip pendapat Bill Cosby.

Affirmative. Sulit untuk bilang tidak setuju karena aku juga punya pengalaman yang melibatkan keyakinan. Pernah, ketika aku mengikuti seleksi menjadi karyawan di salah satu perusahaan besar, aku sangat yakin bahwa aku akan diterima. Entah mengapa, aku percaya seratus persen bahwa Allah akan mengabulkan doaku. Tanpa keraguan sedikitpun. Ya. Tanpa keraguan sedikitpun. Betul saja, dari sekian banyak pelamar, aku termasuk 8 orang kandidat yang diterima.

Lain waktu, kontrak kerjaku tidak diperpanjang. Mungkin, karena aku sering menolak perintah bossku yang tidak proporsional. Tapi aku yakin bahwa doa orang yang diperlakukan tidak adil akan mendapatkan prioritas. Betul saja. Nggak sampai satu bulan, aku dipanggil lagi oleh boss yang sama dan jadi karyawan tetap.

Dan, peristiwa yang - mungkin bagi orang lain - aneh adalah ketika aku diundang ke suatu acara dan kebetulan di sediakan door prize. Begitu memasuki ruangan aku sudah yakin bahwa aku akan mendapatkannya. Betul saja, di paruh acara, kartu namaku tercabut dari toples undian dan aku memenangkan hand phone tipe terpopuler.

Ada lagi – yang mungkin kedengarannya gila – aku pernah yakin bahwa duitku akan selalu diisi ulang setiap kali habis. Betul saja! Dengan jalan yang tak terduga hal itu terjadi.

Happy ending? Nggak tahu! Karena biasanya kalau ada sedikit saja keraguan maka apa yang aku yakini tidak akan terwujud. Sedikit saja aku bimbang, maka doa-doaku biasanya hanya pergi tertiup angin. Sedikit saja aku sangsi, apa yang aku harapkan tidak akan terjadi. Sedikit saja saja aku tidak percaya, “ Go to hell, “ begitu mungkin kata Allah.

Iman, kepercayaan, keyakinan adalah harta karun yang dipunyai oleh setiap manusia. Aku tinggal percaya dan meyakininya, maka segala sesuatu akan seperti yang aku harapkan. Semudah itukah? Ya. Tapi aku kerap terombang-ambing karena logika, nalar, dan doktrin (seeing is believing) juga menarik-narik diriku dengan sangat kuat.

Hayat

Penikmat seni dan sayur asem