Wednesday, November 15, 2006

mengail ide

Akhir pekan lalu, Aku dan kawanku berburu buku dan dvd. Meski sedikit mendung, tapi sore itu merupakan sore tercerah. Hujan sudah mengeroyok jakarta sepanjang minggu lalu dan menculik matahari. Begitu memasuki toko buku, kami langsung menuju ke komputer untuk memeriksa buku yang akan dicari. Kawanku tersenyum membaca jejak buku yang dicari oleh orang sebelumnya. Sederet buku kiat-kiat menjadi model nampak di kolom hasil pencariannya. Benar. Buku kiat-kiat menjadi model. Akupun juga ikut tersenyum membaca jejak yang tertinggal… dan akhirnya menancaplah ide di benak untuk tulisanku kali ini. Aku ingin bercerita bagaimana aku mendapatkan ide dan mengelolanya untuk sebuah tulisan. Ide yang kemudian menyeretku bertanya apakah alasanku tersenyum sama dengan alasan temanku? smiling is contagious, apakah senyum kawanku yang menulariku? Ataukah memang ada sesuatu yang menggelitik dan mengusik hati? apakah kesan yang timbul setelah mendapati fakta ini sama bagi setiap orang? Apakah aneh seseorang mencari buku kiat-kiat menjadi model? Apakah ini cerminan masyarakat yang sudah lebih pintar untuk menjadi fokus dan professional? apakah ini cerminan masyarakat kita yang gemar mendewakan ketenaran? Penasaran dan keingintahuan bisa menuntun mengeksplorasi ide ini lebih jauh untuk dijadikan bahan cerita pendek, novel, ataupun skenario. Kita bisa mengembangkannya tapi tentu dengan riset yang lebih mendalam. Sebagai contoh saja, premis ‘normal’ dari jejak diatas, adalah kita bayangkan seseorang abg yang terobsesi menjadi model. (Padahal bisa saja itu jejak seorang ibu yang mencari buku buat anaknya. Ibu yang punya obsesi agar anaknya bisa menjadi seorang model, atau bisa juga jejak dari seorang staff penerbit yang sedang memantau peredaran sebuah buku). But it doesn’t matter, kita buang saja segala sesuatu yang tidak sesuai dengan premis. Lalu kita buat outline atau kerangka ceritanya. Dari sini kita bisa memulai dengan menceritakan latar belakang mengapa si abg terobsesi. Mungkin image model yang glamour dan hidup enak yang selalu dijejalkan bertubi-tubi oleh infotainment. Ataupun ingin mengambil jalan singkat untuk menjadi terkenal. Atau ingin mengikuti trend. Ingin keluar dari kemiskinan dsb..dsb. Tetapi bagaimana caranya untuk membuat plot dan setting ceritanya? Wah, gampang. Kebetulan di televisi lagi menjamur acara reality show. Kita bisa menciptakan cerita bahwa di salah satu stasiun televisi sedang mengadakan pemilihan model, ya mirip-mirip next american model-nya tyra banks lah. Terus, menciptakan konfliknya bagaimana ? tidak sulit juga!. Masih ingat peribahasa ini : bagaimana bunga takkan layu kalau embun menitik ketempat lain. Benar, hati siapa yang tidak pilu kalau pacar berpaling ke yang lain. Ya. Buat saja pacar si Abg tidak setuju, atau ada salah satu peserta yang lesbian, atau juri yang mengajak tidur, saingan yang tidak sehat, tantangan keluarga atau hal-hal kontradiktif lainnya. Jadilah konflik dan kita bisa menyelesaikannya sesuai kehendak kita. Kita adalah bossnya. Jadi, menulis itu ternyata gampang ya. Iya. Benar, kalau kita nawaitu. Tuhan sudah menyediakan fasilitas yang luar biasa. Apapun bisa menjadi ide dan dieksplorasi menjadi jutaan ide lain. Kata cinta bisa melahirkan jutaan pujangga, menyihir hati, dan berbuat sesuatu yang terbaik. Do-re-mi-fa-so-la-si bisa menghidupi jutaan penyanyi, pemilik toko kaset, cukong rekaman, pembuat gitar, produser hiburan, tukang gendhang, pembajak cd, ataupun pencipta lagu itu sendiri. Yang penting berusaha keras. Aku setuju dengan pendapat Thomas Alfa Edison yang suka main-main listrik “ genius is 1% inspiration and 99% perspiration. Kita bisa menjadi genius dan menjadi apa saja yang kita kehendaki asal kita punya nyali. Peribahasa bilang, orang penggamang mati jatuh, orang pendingin mati hanyut. Ayo menulis ! ungkapkan apa yang kita ingin ekspresikan agar jiwa menjadi sehat. Agar emosi tidak terkungkung. Kita baca karunia Tuhan. Kita rasakan. Kita tulis dan terjemahkan agar mencerahkan orang. Ilmu jangan dikubur untuk kepentingan diri kita sendiri. Taburkanlah ke bumi ibu pertiwi dan niscaya suatu saat kita akan menuai bangsa yang cerdas. Begitulah kira-kira aku mendapat ide. Aku ingat beberapa waktu yang lalu, temanku memberiku tebakan, “Hayo mengapa orang takut hujan? “ belum juga dijawab dia sudah melanjutkan : “Karena hujan beraninya keroyokan !”… Dan itulah yang kemudian menjadi ide mengapa aku menuliskan kalimat -hujan sudah mengeroyok jakarta - di awal tulisanku.

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com