Wednesday, November 22, 2006

Bubur Ayam


Cahaya matahari pagi mulai menyeduh embun di pucuk-pucuk daun asoka. Dari balik rindang daun-daunnya, burung-burung emprit meneriakiku,
“Hiruplah aromanya ! reguklah kesegarannya !“, tak henti-hentinya setiap aku bangun pagi dia mengingatkanku.
“Sebentar lagi si keparat co2, timbal dan gerombolan racun laknat yang disemburkan metromini busuk dan mobil-mobil lainnya akan menguasai udara Jakarta. “ teriaknya.
Sementara bunga asoka asyik berayun-ayun, tersenyum, mengangguk mengiyakan.
“Jangan biarkan kesempatan pergi,” dia menimpali. Rona merah di wajahnya yg berseri-seri sudah cukup jadi bukti bahwa dia bahagia.
Apakah hal ini suatu kebetulan? Asoka dalam Bahasa Sanskerta berarti bebas dari rasa sedih. Bahagia selama hayat dikandung badan.

Sayang aku berangkat tidur agak larut tadi malam. Habis sholat subuh tadi juga terus tidur lagi. Apalagi sekarang hari minggu. Jadi belum tune-in benar rasanya pagi ini. Perut lapar tapi masih ogah-ogahan makan. Cuci muka dan sikat gigi mendadak jadi pekerjaan paling berat rasanya di dunia. Tetapi sarapan harus disongsong.

***

Eitz..! Jangan bayangkan aku akan sarapan ala carte atau buffet dengan berbagai varian makanan lezat nan bergizi seperti di hotel berbintang. Sarapanku cukuplah ala kadarnya saja. Ala wong ndeso. Sabu – Sabo ( Sarapan Bubur, Sarapan yuk bok, yuk )

Ya. Sepertinya, trintingan - bunyi berdesibel tinggi dari mangkok keramik yang dipukul berulang-ulang dengan sendok – dari tukang bubur ayam-lah yang memaksaku bangun. Frekuensi suaranya beresonansi dengan histeria jeritan protes dari dalam perutku. Aduh. Ampun bahasanya.

Dan …
Cerita selanjutnya seperti proses beli bubur biasa : Dia memberiku bubur, Aku makan dan habiskan. Aku bayar dan bilang terimakasih. Dia bilang kembali mangkok.

***

Tetapi ada yang tidak biasa pagi ini. Ketika dia memberiku satu lembar uang seribuan - kembalian dari duitku yang lima ribu - tiba-tiba aku terhenyak … Penjual bubur ayam itu harus bisa menjual 100 mangkuk supaya dapat uang Rp 400,000…Alangkah beratnya!

Tiba-tiba saja aku jijik atas kelakuanku selama ini. Aku sering membelajakan uang untuk sesuatu yang tidak aku butuhkan benar. Untuk sesuatu yang kurang perlu. Bukankah itu menyakiti mereka yang bekerja keras dan penghasilannya hanya cukup untuk mempertahankan hidup saja?.

“Dude, shopping unnecessary things is a felony.” A little bird is whispering. Kamu menyakiti 40 juta orang miskin di Indonesia dan sekian milyar orang miskin lainnya di seluruh dunia. Dan kamu masih berani berpikir ritual ibadahmu bisa mengangkatmu ke surga ? F..ck you!

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com