Saturday, April 07, 2007

Berbahagia itu adalah kewajiban setiap orang

Most people are about as happy as they make their minds to be (Abraham Lincoln)

Belum terlalu sore, tapi hujan sudah mengurung kampung kami. Lampu-lampu tempel tak kuasa mengusir dingin. TV hitam putih menggeriap, tak berdaya di kotak kayunya kehabisan aki. Di sudut-sudut dinding cicak menggigil mengintai mangsa.

Hujan selalu membiakkan lapar dan lapar membuat badan lemas. Meja makan kosong. Secuil tempe pun tak ada. Warung soto dan penjual makanan di pasar juga belum buka. Perut perih merintih. Yang paling dibutuhkan saat ini hanyalah makanan, lain tidak.

Didekat rumahku ada penjual krupuk dadu. Bukan sekedar menjual, tapi juga meracik dan menggorengnya sendiri. Aku boleh membeli kapan saja. Kulirik uang di sakuku masih ada lima puluh rupiah. Cukup buat membeli kerupuk dadu – dikampungku orang menyebutnya krecek - satu plastik besar.

Kalau tidak sedang hujan dan sesekali ada gonggongan petir, mungkin tidak ada masalah. Tetapi berjalan dibawah payung yang ujungnya besi, bagiku seperti menggantikan diri jadi penangkal petir. Seperti ikan yang siap dipanggang untuk pesta barbeque. Atau seperti stuntman untuk kambing guling.

Aku memang sedikit gentar pada petir, tapi kebencianku pada kelaparan bisa menjinakkan ketakutanku. Cintaku terhadap hujan juga ikut memompa nyaliku.

Kusimpan uang logam di saku celana pendek dan kucopot bajuku. Berdiri dulu dibawah talang (saluran air terbuat dari seng pada cucuran atap) beberapa saat untuk beradaptasi. Tanpa alas kaki, aku berlari berkecipakan menginjaki genangan air. Sesekali melompat-lompat keasyikan. Lupa ancaman petir. Yang penting harus kudapatkan krupuk.

Rasa krupuk yang gurih-menagih bisa menenangkan perutku. Menendang lapar. Ibu dan kakak perempuanku juga terlihat gembira. Nasi goreng yang sedang dibuatnya akan jadi lebih komplit dengan adanya krupuk. Kembali ada senyum meskipun awan gelap masih membekap langit. Aku berbahagia. Rasanya seperti pahlawan pulang dari medan perang.

***

Mesin uap sudah lebih dari dua abad ditemukan James Watt. Thomas Alva Edison juga sudah menemukan lampu pijar kurang lebih seratus tahun. Tapi apes, listrik belum juga sampai di kampung kami saat itu. Pejabat daerah kelihatannya lebih suka mengurus istri mudanya daripada membangun infra struktur. Pembangunan seperti jalan ditempat.

Tapi selalu ada blessing in disguise. Dimana-mana. Benih kebahagiaan seketika menjadi ranum, di tempat-tempat orang yang susah atau sedang kesusahan. Uang lima puluh rupiah dan krupuk bisa membuatku bahagia. Bahkan, melebihi rasa senangku bisa tidur di hotel bintang lima karena di kasih gratisan dari kantor atau dapat reward karena banyak memasukkan tamu.

Meskipun aku sangat sedih mendengar berita ada ibu mengajak anaknya mati untuk membakar kesulitan hidup. Meskipun aku geram terhadap pemerintah yang lagi-lagi lalai mengurus orang-orang miskin. Tapi seharusnya hal itu tidak perlu terjadi. Karena hidup harus selalu bersyukur. Karena kebahagiaan ditentukan oleh bagaimana kita me-manage pikiran kita. Karena berbahagia itu adalah kewajiban setiap orang.

Hayat

Penikmat seni dan sayur asem.